Jumat, 10 Mei 2013

HUKUM PERJANJIAN


KATA PENGANTAR

Segala puji serta syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT yang telah melimpahkan karunia dan ridhoNya sehingga akhirnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini, itu merupakan fakta asli kemampuan manusia yang pada dasarnya tidak pernah luput dari khilaf dan salah.
                       
                      Pada kesempatan kali ini, alhamdulillah makalah ini telah selesai disusun dengan memanfaatkan sumber-sumber referensi yang saya peroleh. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan wawasan lebih bagi pembaca pada umumnya dan khususnya bagi kami sebagai tim penyusun.

                                                                                                                    Bekasi, Mei 2013

                                                                                                                      

                                                                                                                                    Penyusun 

BAB I 
PENDAHULUAN 

I.                 LATAR BELAKANG

Dalam buku III B.W berjudul “Perihal Perikatan”, perkataan “perikatan”(verbintenis) mempunyai arti yang lebih luar dari perkataan “perjanjian”, sebab dalam buku III itu diatur juga perihal hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu persetujuan/perjanjian yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatigedaad) dan perihal perikatan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwarneming). Tetapi, sebagian besar dari buku III di tujukan pada perikatan-perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian. Jadi berisikan hukum perjanjian.
    II.            RUMUSAN MASALAH
Di dalam makalah ini akan membahas mengenai hukum perjanjian antara lain meliputi persoalan:
1.Apa itu Standar Kontrak ?
2. Apa saja macam-macam Perjanjian ?
3. Apa yang menjadi Syarat Sahnya Perjanjian ?
4. Bagaimana saat Lahirnya Perjanjian ?
5. Pembatalan dan  Pelaksanaan  Suatu Perjanjian ?

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PERJANJIAN
Suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Sedangkan Perjanjian menurut Pasal 131 Kitab Undang-undang Hukum Perdata berbunyi: "Suatu perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih."
Pengertian perjanjian ini mengandung unsur :
a. Perbuatan, Penggunaan kata “Perbuatan” pada perumusan tentang Perjanjian ini lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan hukum, karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan;
b. Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih, Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok/pas satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.

c. Mengikatkan dirinya, Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hokum yang muncul karena kehendaknya sendiri.

B. PERBEDAAN PERJANJIAN DAN PERIKATAN
Pada prinsipnya perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, dimana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain dan yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan tersebut. Sedangkan perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain, atau dimana dua pihak saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
Berangkat dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa suatu perjanjian akan menimbulkan perikatan dan perjanjian adalah sumber perikatan.


1.1 STANDAR KONTRAK
1.       Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi dua yaitu umum dan khusus.
Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
2.       Menurut Remi Syahdeini,
Keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan. Kontrak baru lahir dari kebutuhan masyarakat (society nuds). Dunia bisnis tidak dapat berlangsung dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan
3.       Suatu kontrak harus berisi:
Nama dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat kontrak.
Subjek dan jangka waktu kontrak
 Lingkup kontrak
Dasar-dasar pelaksanaan kontrak
Kewajiban dan tanggung jawab
Pembatalan kontrak
1.2     MACAM – MACAM PERJANJIAN
Macam-macam perjanjian obligator ialah sebagai berikut;
Perjanjian dengan Cuma-Cuma dan perjanjian dengan beban
 Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata). Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik
 Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja. Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
Perjanjian konsensuil, formal dan, riil
 Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Perjanjian formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk teryentu, yaitu dengan cara tertulis. Perjanjian riil ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
Perjanjian bernama, tidak bernama dan, campuran
Perjanjian bernama adalah suatu perjanjian dimana Undang Undang telah mengaturnya dengan kententuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHPerdata ditambah titel VIIA. Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus. Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit dikualifikasikan.
1.3       SYARAT SAHNYA PERJANJIAN
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
Sepakat untuk mengikatkan diri
Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau mngadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
Sebab yang halal
Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila atau ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.
Dua syarat yang pertama yaitu kesepakatan dan kecakapan yang disebut syarat- syarat subyektif. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif, karena mengenai perjanjian itu sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan.
1.4     SAAT LAHIRNYA PERJANJIAN
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
kesempatan penarikan kembali penawaran;
penentuan resiko;
saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).
Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
1. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
2. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
3.  Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
4. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
1.5      PEMBATALAN DAN PELAKSANAAN SUATU PERJANJIAN
1.       Pelaksanaan Perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli.
Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
2.       Pembatalan Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena;
Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
Terkait resolusi atau perintah pengadilan
Terlibat hokum
Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian.

BAB III
PENUTUP
Suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Sedangkan Perjanjian menurut Pasal 131 Kitab Undang-undang Hukum Perdata berbunyi: "Suatu perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih." Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli.

DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar